Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim rahimahumallah meletakkan sebuah hadits dalam kitab shahihnya. Diriwayatkan dari sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengisahkan sebuah kejadian yang dialami salah seorang sahabat bernama Khalaaf bin Raafi’ radhiyallahu ‘anhu.
Suatu ketika, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid. Tak berselang lama, tiba-tiba datanglah sahabat yang mulia Khalaaf bin Raafi’, ia pun melakukan shalat.
Selepas shalat, sahabat tersebut ikut bergabung bersama sahabat yang lainnya, bermajelis bersama Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, seraya mengucapkan salam. Rasulullah pun menjawab salamnya, sejurus kemudian beliau langsung mengucapkan “Ulangi shalatmu!, karena sebenarnya engkau belum melakukan shalat.”
Dengan penuh rasa hormat, ia pun menjalankan arahan tersebut.
Shalat telah selesai, ia kembali begabung dengan yang lainnya, tak lupa, ia mengucapkan salam. Namun ternyata, peristiwa yang serupa kembali terulang, ia kembali diminta untuk mengulang shalat yang telah dikerjakan. Tanpa mengurangi rasa hormat, sahabat tersebut kembali mengerjakan arahan dan bimbingannya.
Ternyata kejadian serupa pun kembali terulang, ia diminta untuk mengulangi shalatnya di kali yang ke tiga. Maka, dengan penuh kerendahan hati dan rasa tawadhu serta rasa butuhnya dengan ilmu, sahabat Khalaaf bersumpah dan menyampaikan kadar dirinya, memohon kepada Nabi untuk diajari tatacara shalat yang benar.
Dengan penuh rasa kasih sayang, beliaupun bersabda,
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا
”Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah Al Qur’an yang mudah bagimu. Lalu rukuklah hingga thuma’ninah ketika rukuk. Lalu bangkitlah (i’tidal) sampai engkau berdiri dengan tegak. Kemudian sujudlah hingga thuma’ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah (duduk di antara dua sujud) sampai thuma’ninah. Kemudian sujud kembali sampai thuma’ninah ketika sujud. Lakukan yang seperti itu dalam setiap shalatmu.” 1
Para pembaca yang semoga selalu dirahmati Allah ta’ala.
Para ulama menamai hadits di atas dengan “al-Musiiu fii shalaatihi” (orang yang jelek dalam shalatnya).
Berdasarkan penggalan kisah di atas, diambil hukum bahwa gerakan shalat yang disebutkan dalam hadits adalah rukun-rukun shalat, serta tidak gugur dikarenakan lupa, atau ketidak tahuannya dalam masalah hukum-hukum shalat. Hal ini berdasarkan perintah Nabi shallalahu alaihi wasalam untuk mengulangi shalatnya. Serta peniadaan shalat yang sudah dikerjakan.
Pada hadits di atas juga diambil faedah bahwa di antara rukun shalat adalah tuma’ninah yang dikerjakan pada setiap gerakan shalat.
Melihat realita masyarakat di sekitar kita, ternyata banyak diantara mereka yang tidak memperhatikan rukun yang satu ini. Terlebih di bulan Ramadan. Mereka bersemangat memperbanyak jumlah rakaat shalatnya, bersamaan dengan itu mereka juga berusaha menyelesaikan shalat dalam tempo waktu yang sesingkat-singkatnya. Semakin cepat, semakin banyak jamaah yang di belakangnya.
Kita sedih ketika mendapati berita di media masa “Viral, shalat Tarawih 23 rakaat hanya 12 menit”. Ditambah lagi banyak orang yang like dan membenarkan perbuatan tersebut. Sungguh sangat memprihatinkan.
Pembaca yang semoga selalu dalam lindungan-Nya.
Ketahuilah, tata cara shalat yang mereka kerjakan setidaknya telah menyalahi beberapa aturan, diantaranya;
1) Tidak menunaikan rukun shalat, yang paling nampak adalah thuma’ninah (bersikap tenang). Hal ini berdasarkan hadits di atas. Perbuatan tersebut juga sesuai dengan apa yang beliau sabdakan,
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.أَوْ قَالَ : لاَ يُقِيْمُ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوْعِ وَ السُّجُودِ
“Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalatnya?” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” Atau beliau bersabda, “Ia tidak meluruskan punggungnya ketika rukuk dan sujud.”
HR. Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih at Targhiib : 524).
2) Berbeda dengan keadaan shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasalam.
Tata cara shalat yang dilakukan dengan super cepat, sungguh sangat berbeda jauh dengan praktik nyata Rasulullah. Disebutkan dalam riwayat bahwa Rasulullah melakukan shalat sampai-sampai kakinya bengkak, dikarenakan panjangnya shalat beliau 2.
Suatu ketika istri Beliau Aisyah radhiyalahu ‘anha ditanya tentang keadaan shalat tarawih suaminya, maka ia menjawab “Beliau melakukan shalat 4 rakaat. Jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya shalat beliau! 3“.
Demikian juga para sahabat serta generasi-generasi setelahnya, selalu berusaha memperbagus shalatnya.
3) Di antara hikmah shalat adalah akan mencegah dari perkara keji dan mungkar, serta adanya rasa khasyah (takut kepada Allah).
Diharapkan ketika dibacakan ayat-ayat Al Quran, seorang bisa tadabur dengannya. Sehingga, akan muncul rasa khasyah yang akan mempengaruhi jiwanya sehingga terhasilkan perbuatan baik, serta meninggalkan dari perbuatan keji 4.
Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tertimpa sakit yang dengannya beliau wafat, beliau pun meminta kepada istrinya agar memerintahkan Abu Bakar As-Shidiq menggantikan imam shalat. Maka, ‘Aisyah meminta uzur, dikarenakan keadaan Abu Bakar yang tidak mampu menahan tangisanya ketika membaca Al Quran, namun beliau pun tetap memintanya 5.
Maka, itu semua tidak bisa didapatkan melainkan dengan shalat yang tenang dan tidak tergesa-gesa.
4) Memberatkan manusia.
Tata cara shalat yang super cepat justru akan memudharati manusia, terlebih kepada orang yang sudah berusia renta.
5) Sebagai bahan candaan dan lelucon. Demikian realitanya, ketika ada yang menonton video tersebut, kesan yang muncul pertamakali ialah lucu. Sementara menjadikan agama sebagai candaan merupakan sebuah keharaman 6.
Allahu a’lam
Catatan Kaki:
- HR Buhori no 793 dan Muslim no 397)
- Lihat shahih Al Bukhari no 4836 dan Muslim no 2819
- Lihat shahih Al Bukhori no 3569
- Lihat QS Al Ankabut 45
- Lihat shahih Al Bukhori no 713 dam Muslim no 418.
- Lihat firman Allah Subhanahu wa ta’ala
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُم
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” Tidak perku kamu meminta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman
(At Taubah : 65-66).