8. Soal : Apa hukum seseorang yang shalat dengan mengenakan pakaian yang terdapat najis padanya, sementara ia tidak mengetahuinya ?
Jawab :
Jika seseorang shalat mengenakan pakaian yang terdapat najis padanya, dan ia tidak tahu ada najis padanya kecuali setelah ia selesai dari shalatnya, atau ia tahu hal itu sebelum ia shalat namun tidaklah ia teringat melainkan setelah selesai dari shalatnya, maka yang seperti ini shalatnya benar, dan tidak usah bagi dirinya untuk mengulangi shalatnya.
Hal itu dikarenakan ia telah melanggar sesuatu yg dilarang karena ketidaktahuan atau lupa, sementara sungguh Allah Tabarakallah Ta’ala telah berfirman :
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَأْنَا
Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau keliru (Al Baqarah : 286)
Seraya Allah katakan :
“Sungguh aku telah melakukannya” (1).
Dan juga Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah pada suatu hari terdapat di kedua sendalnya, ada kotoran (najis) padanya. Maka tatkala di pertengahan salatnya, Jibril a’laihi sallam mengabarkan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam bahwa terdapat najis di kedua sendalnya maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pun melepaskan kedua sendalnya dalam kondisi beliau sedang shalat (2).
Beliau tidak menghentikan shalatnya, ini semua menunjukkan bahwasanya ketika seseorang tahu ada najis dipertengahan shalatnya maka baginya untuk menghilangkannya meskipun hal itu terjadi di pertengahan shalatnya dan untuk kemudian terus menyempurnakan shalatnya, jikalau memungkinkan baginya untuk tetap dalam kondisi tertutup auratnya setelah menghilangkan najis tersebut (setelah melepaskan bajunya misalkan yang terkena najis).
Demikian pula barangsiapa yang ia lupa dan teringat di pertengahan shalatnya maka baginya untuk menghilangkan baju yang terkena najis tersebut (melepaskannya), selama seandainya masih ada sesuatu yang tetap bisa menutupi auratnya.
Adapun apabila selesai shalat ia baru teringat atau baru mengetahui maka yang seperti ini tidak diharuskan untuk mengulang shalatnya dan shalatnya teranggap benar.
Berbeda dengan seseorang yang ia shalat, namun lupa bahwasanya ia belum berwudhu, seperti seseorang yang terjadi padanya hadats (perkara yang membatalkan wudhu) dan ia lupa untuk berwudhu, kemudian setelah itu ia shalat dan seusai shalat baru teringat bahwasanya shalatnya ini dilakukan tanpa berwudhu maka yang seperti ini wajib untuknya mengulang, dengan berwudhu dan mengulang shalatnya.
Demikian pula kalau seandainya ia junub, dan ia tidak tahu bahwasanya ia sedang junub. Seperti andaikata seseorang di malam hari dia ihtilam (mimpi basah – keluar mani) kemudian ia shalat subuh tanpa mandi karena tidak tahu bahwasanya dia di malam hari ihtilam kemudian tatkala di siang hari ternyata ia melihat bekas air mani di pakaian bekas tidurnya, maka wajib baginya untuk mandi dan mengulang shalat subuh yang telah ia lakukan.
Lantas apa perbedaannya ? antara masalah ini (kedua) dan masalah yang pertama yaitu masalah najis, bahwasanya najis adalah termasuk dari bab meninggalkan perkara yang dilarang.
Adapun wudhu dan mandi junub termasuk dari bab melaksanakan perintah, sementara melaksanakan perkara yang diperintahkan adalah perkara yang harus diwujudkan (amrun ikadi), suatu kemestian seseorang untuk menegakkannya, oleh karenanya tidak sempurna suatu ibadah melainkan dengan keberadaannya.
Adapun menghilangkan najis merupakan perkara yang ditiadakan (amrun adami) sehingga tidak sempurna shalat melainkan dengan ketiadaannya. Sehingga apabila seseorang dipertengahan shalatnya lupa atau tidak tahu (adanya najis pada dirinya) maka hal itu tidak mengapa, karena tidak ada sesuatu pun yang luput dari shalatnya yang semestinya ada ketika itu.
Wallahu a’lam
Catatan kaki :
(1). HR.Muslim (no.200) dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu.
(2). HR.Abu Dawud (no.650) dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu.
فتاوى أركان الإسلام، س : ٢١٣