Nasihat & Faedah

🔰 NASEHAT TERUNTUK PARA SANTRI 🔰 (BAGIAN 2)

Jangan sampai kita bermuka dua atau lebih, menuntut ilmu umpamanya supaya mengalir bantuan dari orang tua atau uang sakunya lancar, karena sebab itulah ia mau mengikuti keinginan orang tua untuk duduk di majelis Ilmu, duduk di ma´had.

Jangan Ikhwatifillah …!

Sebagaimana telah kami ingatkan, bahwa duduknya kita di majelis ilmu adalah suatu ketaatan, suatu ibadah, suatu bentuk mendekatkan diri kita kepada Allah Azza wa jalla, adapun teruntuk orang tua, sisi yang berikutnya sebagai bentuk ketaatan kepada mereka dalam perkara yang baik, thayyib.

Sehingga apa yang sering kalian dengar, sebagaimana dikatakan oleh At-Tsauri rahimahullahu ta´ala,

مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَتيِ ، فإنَّها تتَقلَّبُ عَلَيَّ

“Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk aku mengobatinya, dibandingkan dengan Niat “

Menunjukkan bahwasanya niat itu berat, Ikhwatifillah, dikarenakan adanya faktor-faktor penghalangnya yakni faktor-faktor yang memalingkan kita dari kesucian dan kemurnian tujuan kita kepada Allah Subhanahu wa ta´ala itu banyak.

Perkara-perkara yang menghempaskan kita dari Allah Subhanahu wa ta´ala itu sangatlah banyak, setan bersemangat untuk menggelincirkan kita dari Allah Azza wa jalla, membelokkan kita dari Allah Azza wa jalla dengan mebayangkan, mengiming-imingkan tujuan-tujuan lain dari ilmu yang sedang kita pelajari, dari ilmu yang sedang kita dalami, thayyib.

Sehingga sangat berat kecuali bagi yang Allah Subhanahu wa ta´ala berikan rahmat, diantaranya Allah mudahkan jalannya dan Allah jaga niatnya dalam perjalanannya ketika menuntut ilmu. Dikarenakan hati itu senantiasa berbolak-balik makanya Rasul ‘alaihi sholatu wassalam senantiasa meminta kekokohan kepada Allah Subhanahu wa ta´ala.

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ ۔ يامُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Mintalah kepada Allah Subhanahu wa ta´ala kekokohan hati untuk senantiasa taat dan berbuat kebaikan kepada Allah Subhanahu wa ta´ala, demikian kekokohan dalam agama ini karena hati senantiasa berbolak balik, kadang begini kadang begitu, kadang muncul keinginan lain, kadang muncul tujuan lain, maka betapa butuhnya kita akan kekokohan, keistiqomahan yang hal tentunya Allah yang memberikan, Dengan doa tersebut untuk kalian panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta´ala disela-sela waktu-waktu kalian, agar dijaga dan diberikan rezeki berupa keikhlasan dalam ucapan dan perbuatan.

Sehingga dikatakan oleh Imam Ibnu Mubaarak rahimahullahu ta´ala,

أَوَّلُ الْعِلْمِ النِّيَةُ ثُمَّ الإِسْتِمَاعُ ثُمَّ الْفَهْمُ ثُمَّ الْحِفْظُ ثُمَّ الْعَمَلُ ثُمَّ النَّشْرُ

Awal kiprah dalam menuntut Ilmu itu tiada lain yaitu untuk bagaimana kita membenarkan kemudian meluruskan hati, itulah awal bagaimana kita menuntut ilmu, yakni bagaimana untuk mengoreksi niatan, tujuan-tujuan kita datang ke majelis ilmu, tatkala niat itu sudah baik, sudah lurus sudah benar semata untuk Allah Azza wa jalla, kemudian dengarkan dengan seksama ilmu yang di pelajari, cermati, konsentrasi, bersungguh-sungguh, serius dalam menimba ilmu dan setelah itu pahamilah apa yang kalian dengar dan apa yang kalian terima dari sang Guru kemudian pahami. Setelah kalian paham, hafalkan, jaga dan catat, tulis dengan tulisan yang rapih dan bagus, sehingga kita bisa membacanya, teman-teman yang lain dapat pula membacanya, setelah itu baru amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari, setelah itu lebih luas lagi, sebarkan kepada yang lainya ilmu yang telah kita pelajari. Ya ikhwatifillah Itulah ilmu, menunjukkan dasar utamanya, tatkala dilandasi dengan niat yang baik, thayyib.

Demikian pula yang dinasehatkan oleh Hasan al-Basri rahimahullah akan pentingnya keikhlasan, kemurnian dalam perjalanan kita menimba ilmu yakni semata-mata untuk Allah Azza wa jalla, tidak ada tujuan-tujuan atau keinginan-keinginan lain, Hasan Al Basri rahimahullah ta´ala berkata,

من طلب العلم ابتغاء الآخرة أدركها، ومن طلبه (العلم) ابتغاء الدنيا، فهو حظه منها

“Barang siapa yang dia mencari ilmu, mempelajari ilmu, mendalami ilmu (agama ini) untuk mendapatkan bagiannya di akhirat, niscaya dia akan mendapatkannya”

Kalau tujuan kita semua disini, menuntut ilmu untuk menggapai keridhoan Allah, semata-mata kenikmatan Allah, pahala Allah Subhanahu wa ta´ala, kelak di akhirat pasti kita akan mendapatkanya, tidak akan meleset, sesuatu yang diharapkan dari Allah ta´ala pasti kalian akan mendapatkannya.

Tetapi kalau kita datang ke majelis ilmu hanya untuk mendapatkan tujuan duniawi, apa yang ada disisi dunia ini, tentu kita ketahui ada seseorang yang belajar sampai mungkin mendapatkan level gelar tinggi, Magister, Doktor, Professor dan yang lainya tapi untuk kepentingan duniawi.
Ada yang ingin menjadi pejabat atau menjabat suatu jabatan tertentu.
Ada yang ingin menjadi imam tertentu.
Ada yang menjadi juru bicara tertentu dan yang lainya dari tujuan-tujuan duniawi, maka bagiannya itu saja yang ia dapat di dunia.

Akherat…. Kosong… !

Bahkan bisa jadi mendapatkan azab dari Allah Azza wa jalla, bagi orang-orang yang menginginkan semata-mata untuk kepentingan duniawi, ia akan mendapatkan dunia, kalau seandainya Allah berikan.

مَّن كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَّدْحُورًا

Seandainya Allah kehendaki, Allah berikan. Tapi kalau Allah tidak kehendaki bagian dunia tidak dapat, siksa Akhirat akan ia dapatkan, Wal iyadzubillah

Itu Ikhwahtifillah, poin yang pertama

(BERSAMBUNG)

📝Tim Redaksi
———————————————————
#Transkip_audio_ Nasehat teruntuk Para Santri
(Dengan penyuntingan kata tanpa mengurangi makna InsyaAllah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.